Kangpandoe’s Weblog

Agustus 15, 2010

Bagaimana Kabar Ramadhanmu Hari ini

Filed under: Features — kangpandoe @ 11:58 am

Bagaimana kabar Ramadhan-mu hari ini Dik?
Ku harap ia menjelma hari-hari indah penuh barokah nan memesonakan iman.
Layaknya kicau burung di sepanjang perjalananku pagi ini.
atau desau angin dan lambaian reranting, mekarnya bunga dan gugurnya dedaunan.
Dik, sungguh semesta alam tak kenal lelah akan puji-pujian dan tasbihnya masing-masing.

Segala puji bagi pemilik langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya.
Dengan Rahmat-Nya Dik, kabarku di sini tak kurang suatu apa.
Ku harap berita ini mampu mencerahkan hatimu.
Memberikan setetes embun bagi bongkah jiwa yang saling merindu.
Dalam dentuman waktu yang saling berkejaran dengan jarak yang coba kukurangi sehasta demi sehasta.

Dik…
kau tahu beberapa hari ini batinku begitu resah…
Aku resah pada bagaimana kabar Ramadhanku dan Ramadhanmu,
Aku resah pada Ramadhan kaum muslimin seluruh dunia,
Aku resah pada Ramadhannya para pemimpin negeri,
Bahkan aku resah pada Ramadhan sopir angkot yang mengantarkanku ke kampus sore kemarin.

Dik…
entah sudah berapa Ramadhan yang lalu-lalang menghampiri sepanjang usia.
Ditambah pula Ramadhan tahun ini yang sungguh tak terasa sebentar lagi kan meninggalkan kita.

Dik…
Seharusnya beribu-ribu, berjuta-juta, bahkan bermilyar Sarjana Taqwa sudah dihasilkan Universitas yang bernama Ramadhan ini.
Seharusnya pula Sarjana Taqwa itu telah memainkan perannya di pentas panggung negeri, bahkan panggung dunia Dik…

Dik…
sungguh aku rindu kepadamu.
Namun sungguh aku jauh lebih rindu pada kehadiran Sarjana-Sarjana Taqwa itu.
Aku rindukan mereka kan duduk di megahnya kursi pemimpin negeri.
Aku ingin sekali melihat mereka ada di gedung dewan yang terhormat.
Aku mendambakan mereka menjelma dalam rupa saudagar-saudagar kaya nan terpandang karena kedermawanannya.

Aku pun sungguh ingin melihat mereka ada di lapisan masyarakat bawah, para sopir angkot, para buruh, para kaum papa yang dengan gelar taqwa-nya mereka sungguh mampu membawa kebaikan di seantero negeri.

Dik…
sungguh kau tahu bahwa generasi terbaik dari umat ini tak kan kuasa tuk tidak menitikkan airmatanya
tatkala Ramadhan kan beranjak dari mereka.
Mereka menyungkur sujud, mereka mendendangkan ayat-ayat cinta Rabb-nya disepanjang malam,
dan mereka tak henti-hentinya menyanjungkan permohonan ampun kepada Dzat pemilik kerajaan langit dan bumi di waktu sahur.

Lantas bagaimana dengan kita Dik…
sekali lagi bagaimana kabar Ramadhanku dan bagaimana kabar Ramadhanmu?

Sungguh aku gembira tatkala mendengar amalan kesholihan yang kau coba dawamkan di sepanjang hari-hari berkah Ramadhan.

Sungguh kegembiraan yang tak terperikan rasanya.
Seindahnya rasa syukur hati kekasih Allah Ibrahim tatkala digantikan-Nya Ismail dengan sembelihan yang besar.

Jiwaku menjadi terang
Bak sesuluh nyala api yang dilihat Musa ditengah gelapnya malam lembah suci Tuwa

Hatiku pun merona dibuatnya
Layaknya hati Yusuf melihat bertambah cantiknya Zulaikha karena telah berubah menjadi salah seorang yang berserah diri pada syariat-Nya…

Ku harap Dik, kita kan segera bertemu dalam yudisium Sarjana Taqwa di dunia
Dan pintaku kepada Rabb semesta alam agar kelak kita dihimpunkan bersama-sama jama’ah Sarjana Taqwa di Syurga-Nya.

Sebab bagi seorang muslim sungguh di dunia ini adalah waktu mereka berkerja.
Dan di Surga nantilah waktu mereka kan beristirahat dalam naungan kasih-sayang-Nya.

(Jakarta, 5 Ramadhan 1431 H)

17 Komentar »

  1. Kang..
    Puisinya bagus..
    Namun, kabar Ramadhanku..
    Hmmm, kuharap ia baik-baik saja..
    Hohoho..
    ^__^

    Komentar oleh niwa — Agustus 16, 2010 @ 1:51 am | Balas

  2. it’s unquestionably touch me…..like this very much^^

    Komentar oleh khalid frederick — Agustus 16, 2010 @ 2:29 am | Balas

  3. Dapat 2 ikan sekaligus! Menyadarkan tentang hakekat ramadhan sekaligus menulis surat rindu kepada kekasih hati. Hihihi, jadi inget masa muda dulu suka diem2 nulis kaya gini… *tampar pipi kanan*

    Bahasanya romantis sekali. Saya suka. Walau jelas bukan “dik” yg dimaksud, tapi saya merasa ge-er. hahaha… *tampar pipi kiri*

    Udah ah, kang. Tambah ngaco ini. Bagus kok. Udah halus dan cantik gitu. Tinggal dimuat aja. ^-^b

    Komentar oleh fauziah85 — Agustus 16, 2010 @ 2:55 am | Balas

  4. “Dalam dentuman waktu yang saling berkejaran dengan jarak yang coba kukurangi sehasta demi sehasta.”
    Like this Kang ^^

    Komentar oleh Siko Dian Sigit Wiyanto — Agustus 16, 2010 @ 3:03 am | Balas

  5. Subhanallah
    begitu mengena…
    apalagi pada ilustrasi gambar yg ada kereta api itu
    T__T

    it’s make me terharu gitu

    Komentar oleh yordan — Agustus 16, 2010 @ 3:37 am | Balas

  6. Dah layak cetak untuk dimasukkan ke An Naba’ nih ^^

    Komentar oleh FOSMA — Agustus 16, 2010 @ 4:18 am | Balas

  7. @ Niwa: Alhamdulillah, mari jadikan lebih baik lagi
    @ Arif: makasi udah mampir ya, jadi gantian nih kita biasanya saya yg mampir ke bawah hehe
    @ Nur: “Dik” itu sosok fiksi disini Nur
    @ Siko: Wah rupanya antm menyelami kalimat ini ya.. stelah dipikir kalimat ini memang yg paling mengena dg kita ya
    @ Dyo: Subhanallah, jd inget yg di Klaten-kah? hehe
    @ FOSMA: Siap ‘Ul (Mas’ul-red)

    Komentar oleh kangpandoe — Agustus 16, 2010 @ 4:44 am | Balas

  8. Subhanallah,,,karya yang tercipta dari kedalaman qolbu sang penulis, mantaff teruskan karyanya,,,,
    Insyaallah akan ada Sarjana-Sarjana Taqwa yang muncul dari Kementerian Keuangan, dan akan duduk di megahnya kursi pemimpin negeri, aaamiiin

    Komentar oleh sukma hadi — Agustus 18, 2010 @ 1:23 am | Balas

  9. Bagus banget Pandu….!!Great Job!!Keep on writing…

    Komentar oleh Sita — Agustus 18, 2010 @ 4:43 am | Balas

  10. tulisan dengan sentuhan bebumbu sastra, khas ‘pandu’..
    tak mengundang decak
    cuma bisa terpesona dalam diam…
    nice artikel akhy…

    ^_^

    Komentar oleh reedai313 — Agustus 18, 2010 @ 8:03 am | Balas

  11. @ Mas Sukma: Amiin, makasie do’anya Mas, ditunggu realisasi gagasan “Kompilasi Puisi Karya Ikhwah Keuangan”-nya !!!
    @ Sita : okey, makasie ya komennya Sita… mudah2an segera terbit tulisan2 berikutnya
    @ Riki : khas ‘pandu’ hmm nampaknya sebuah pencitraan telah terpatri oleh saudaraku ini…

    Sebenarnya naskah ini ut dimuat di buletin ekstensi FEUI, makanya konsep tulisannya ada 2… pertama mengajak pembaca berkontemplasi tanpa nada menggurui, makanya dibuat dengan gaya bahasa bertutur (mirip monolog2 yg sering dipentaskan di Graha Bakti Budaya TIM). Konsep kedua “berbicara dgn bahasa kaumnya”. Saat ini bahasa kaum ekstensi itu isu sentralnya cuma dua, (1) Lulus jadi Sarjana (2) setelah lulus barulah mencari sosok “Dik”-nya masing2… hasilnya lahirlah artikel di atas, he7x πŸ™‚

    Komentar oleh kangpandoe — Agustus 18, 2010 @ 11:46 am | Balas

  12. Blogwalking, mampir πŸ™‚

    Komentar oleh Rina — Agustus 18, 2010 @ 3:22 pm | Balas

  13. Mencari “Dik” dulu baru lulus sarjana…

    Komentar oleh Burhanuddin Ojo — Agustus 19, 2010 @ 1:51 am | Balas

    • mudik dulu biar ketemu dik

      Komentar oleh mustphar — Agustus 19, 2010 @ 6:59 am | Balas

  14. @ Rina: Ini Rina yg mana ya.. ? kenal-kah dgn saya sebelumnya?
    @ Mas Ojo: yo wis ta’ dongake Han yen kuwi arep gule’i “Dik” dise’ sdurunge lanjut kuliah… Amiiin, ditunggu undangane

    Komentar oleh kangpandoe — Agustus 19, 2010 @ 2:00 am | Balas

  15. Kenal
    Kita seangkatan
    Pandu anggaran kan?
    Saya anak pajak πŸ™‚

    Komentar oleh rina — Agustus 19, 2010 @ 3:19 am | Balas

  16. @ Rina: oh temennya Arnes dkk ya? hehe maaf2 saya memang kuper di STAN cuma kenal akhwat anggaran aja πŸ™‚

    Komentar oleh kangpandoe — Agustus 19, 2010 @ 6:33 am | Balas


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan Balasan ke Siko Dian Sigit Wiyanto Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.